Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Test link
Postingan

Merdeka Belajar dan Pendidikan 4.0

 



Merdeka Belajar dan Pendidikan 4.0

Pemerintah melalui Kemendikbud Ristek Dikti telah memulai revolusi pendidikan sejak 2019 lalu, baik di tingkat dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Konsep yang diusung dalam revolusi ini adalah merdeka belajar di semua aspek pendidikan formal.

Pada tahun 2020, dunia dihadapkan dengan tantangan baru, yakni industri 4.0. Kita telah masuk ke era baru industri yang biasa disebut dengan data technology. Pada titik ini, hampir semua aspek kehidupan akan bergantung pada teknologi, khususnya machine learning, artificial intelligent (kecerdasan buatan), dan robot.

Lalu, sebenarnya apa itu merdeka belajar dan bagaimana konsep tersebut bisa efektif dalam sistem pendidikan 4.0?

Mendikbud Ristek Dikti, Nadiem Anwar Makarim telah menghadirkan Program Merdeka Belajar guna meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan nasional. Melalui merdeka belajar, institusi pendidikan memiliki kebebasan dalam memilih metode dan jenis pembelajaran sesuai kebutuhan serta kemampuan peserta belajar-mengajar. Guru harus menjadi fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.

Konsep Merdeka Belajar dan Pendidikan 4.0 

Konsep merdeka belajar sangatlah berbeda dengan kurikulum yang pernah ada dan digunakan oleh pendidikan formal di Indonesia. Konsep pendidikan baru ini sangat memperhitungkan kemampuan dan keunikan kognitif individu para siswa. Berikut garis besar konsep merdeka belajar :

·        Asesmen kompetensi minimum

Perbedaan konsep pendidikan baru ini dengan kurikulum yang digunakan sebelumnya adalah, siswa diharapkan mampu menunjukkan kemampuan minimum dalam hal literasi dan numerisasi.

Fokusnya bukanlah sebanyak apa siswa mampu mendapatkan nilai melalui penugasan dari guru, tetapi bagaimana siswa mampu berpikir secara kritis menggunakan kemampuan kognitifnya.

Dalam bidang literasi misalnya, bila pada kurikulum sebelum-sebelumnya siswa lebih banyak diharapkan menghafal dan menerapkan materi yang mereka baca, dalam konsep asesmen kompetensi, siswa diharapkan bisa berpikir logis untuk mengabstraksi maksud dan tujuan dari materi.

Begitu juga dalam hal numerisasi atau pada pelajaran sains seperti fisika, kimia, khususnya matematika. Siswa tidak boleh hanya menghafal formula atau rumus, tetapi juga menemukan konsep dasarnya, sehingga mereka bisa menerapkannya untuk penyelesaian masalah yang lebih luas.

·        Survei karakter

Setiap daerah memiliki keunikan manusia yang berbeda-beda dan tidak mungkin dipaksa untuk menerapkan satu sistem dengan indikator tetap.

Pada konsep survei karakter, pemerintah akan menilai secara menyeluruh terkait kualitas pendidikan di sekolah. Bukan hanya tentang hasil belajar, tetapi juga ekosistem dan infrastruktur pendidikan yang tersedia.

Dengan kata lain, pengembangan kualitas pendidikan bukan lagi tentang penerapan indikator kualitas tetap, tetapi berdasarkan data hasil survei terbaru terhadap sekolah.

·        Perluasan penilaian hasil belajar

Adanya perluasan penilaian hasil belajar siswa yang tadinya hanya dari nilai ujian nasional, menjadi penugasan dan portofolio.

Siswa akan diberikan ruang untuk bisa mengembangkan diri mereka sesuai minat dan bakat. Dengan cara ini, stigma siswa pintar dan bodoh diharapkan bisa segera dihilangkan. Sebab, manusia memiliki bakat alami yang berbeda-beda, dan tidak bisa ditentukan dengan tes formal.

·        Pemerataan kualitas pendidikan hingga ke 3T

Merdeka belajar juga dapat diartikan keadilan terhadap akses pendidikan yang setara bagi seluruh siswa di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah membuat kebijakan afirmasi dan pemberian kuota khusus bagi siswa yang tinggal di daerah 3T.

Industri 4.0 adalah momen penting dalam pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Sebab, pada tahun 2030 nanti akan menjadi puncak dari bonus demografi Indonesia dengan 64% penduduk adalah angkatan kerja.

Kesiapan sumber daya manusia (SDM) Indonesia akan sangat menentukan keberhasilan kita dalam menghadapi persaingan di industri 4.0. Khususnya di daerah 3T yang masih memiliki tingkat kelahiran yang sangat tinggi.

Alasan Konsep Merdeka Belajar Cocok Untuk Pendidikan 4.0

Pemerintah mengusung konsep merdeka belajar bukan tanpa alasan dan fokus yang jelas. Pada 2021 kurikulum diubah total untuk menjamin sistem pendidikan 4.0 dapat berjalan dengan baik. Dasar kecocokan konsep ini terhadap pendidikan 4.0 antara lain adalah sebagai berikut:

  • Pengembangan pola pikir

Konsep pendidikan merdeka belajar memiliki fokus pada pengembangan kemampuan kognitif siswa. Artinya, siswa akan ditantang untuk mampu berpikir kritis dengan analisis yang baik.

Kemampuan inilah yang dibutuhkan siswa agar bisa membuat keputusan yang bijak dalam penyelesaian masalah. Sebab, dalam industri 4.0 basisnya adalah data technology dengan kata lain informasi yang bisa diakses oleh semua orang.

Siswa yang tidak mampu menganalisis semua informasi tersebut tentu akan gagal membuat analisis serta kesimpulan yang benar dan akurat. Hal ini tentu akan menjadi masalah ketika para siswa masuk ke dunia industri yang telah mengadopsi machine learningkecerdasan buatan (AI) dan robot.

  • Inovasi di tingkat pendidikan

Salah satu pokok dari konsep pendidikan baru ini adalah membuat siswa mampu mengembangkan minat dan bakatnya di sekolah. Oleh karena itu, pemerintah menghapus penilaian melalui UN.

Alasannya jelas, siswa akan ditantang untuk mampu berinovasi terhadap instrumen dan penyelesaian masalah. Fokusnya adalah bagaimana siswa mampu menjawab persoalan dalam bentuk proyek mata pelajaran dari sekolah.

Proses ini penting bagi para siswa untuk belajar mengaplikasikan teori yang mereka pelajari di kelas menjadi sebuah hasil yang nyata. Siswa akan belajar membuktikan, bukan hanya menghafal materi.

  • Meningkatkan kecerdasan siswa

Ranking PISA Indonesia tahun 2019 ada di posisi 74, atau urutan 6 terbawah dari 79 negara yang disurvei. Dari data tersebut, kita bisa menggambarkan betapa rendahnya kemampuan kognitif atau kecerdasan anak-anak Indonesia.

Dalam kurikulum pendidikan 4.0, pemerintah telah merancang standar khusus agar siswa Indonesia semakin terlatih kemampuan kognitifnya, dan semakin mampu menyelesaikan masalah dengan baik.


Merdeka Belajar Melalui Model Pembelajaran Blended Learning.

Guru perlu menerapkan berbagai model pembelajaran inovatif yang memunginkan siswa belajar lebih merdeka sesuai kompetensinya. Terlebih model pembelajaran yang memanfaatkan perkembangan TIK yang sudah sangat berkembang pesat serta dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran TIK. Ada banyak model pembelajaran inovatif yang memanfaatkan TIK dalam pembelajaran.

Dalam Modul Model Pembelajaran Blended Learning, Pustekkom, 2019 disebutkan menurut Garner &Oke (2015), pembelajaran blended learning merupakan sebuah lingkungan pembelajaran yang dirancang dengan menyatukan proses pembelajaran tatap muka (face to face/F2F) dengan pembelajaran online yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Sementara menurut Harding, Kaczynski dan Wood (2005), blended learning merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran tradisonal tatap muka dan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan sumber belajar online (terutama yang berbasis web) dan beragam pilihan komunikasi yang dapat digunakan oleh guru dan siswa. Dengan pelaksanaan blended learning ini, pembelajaran berlangsung lebih bermakna karena keragaman sumber belajar yang mungkin diperoleh. Sedangkan Driscoll (2002) menyebutkan empat konsep mengenai pembelajaran blended learning yaitu: 



a) Blended learning merupakan pembelajaran yang mengkombinasikan atau menggabungkan berbagai teknologi berbasis web, untuk mencapai tujuan pendidikan. 

b) Blended learning merupakan kombinasi dari berbagai pendekatan pembelajaran (seperti behaviorisme, konstruktivisme, kognitivisme) untuk menghasilkan suatu pencapaian pembelajaran yang optimal dengan atau tanpa teknologi pembelajaran. 

c) Blended learning juga merupakan kombinasi banyak format teknologi pembelajaran, seperti video tape, CD-ROM, webbased training, film) dengan pembelajaran tatap muka. 

d) Blended learning menggabungkan teknologi pembelajaran dengan perintah tugas kerja aktual untuk menciptakan pengaruh yang baik pada pembelajaran dan tugas.

Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan model blended learning itu adalah model pembelajaran yang memadukan antara pembelajaran dengan tatap muka di kelas seperti biasa dengan pembelajaran online (maya). Jadi dalam prosesnya selain siswa belajar di kelas sesuai jadwal yang sudah dibuat tetapi ada pembelajaran online yang dilakukan diluar jam belajar. Belajar online bisa dimanfaatkan untuk pemberian materi atau informasi dari guru terkait materi, forum diskusi, pemberian tugas dan pengumpulan tugas oleh siswa.

Sementara Carman (2005) menjelaskan lima kunci utama dalam proses pembelajaran blended learning dengan menerapkan teori pembelajaran Keller, Gagné, Bloom, Merrill, Clark dan Gery yaitu:

(1) Live Event, pembelajaran langsung atau tatap muka secara sinkronous dalam waktu dan tempat yang sama ataupun waktu sama tapi tempat berbeda.

(2) Self-Paced Learning, yaitu mengkombinasikan dengan pembelajaran mandiri (self-paced learning) yang memungkinkan siswa  belajar kapan saja, dimana saja secara online.

(3) Collaboration, mengkombinasikan kolaborasi, baik kolaborasi guru-siswa maupun kolaborasi antar siswa.

(4) Assessment, guru harus mampu meramu kombinasi jenis assessmen online dan offline baik yang bersifat tes maupun non-tes (proyek kelas).

(5) Performance Support Materials, pastikan bahan belajar disiapkan dalam bentuk digital, dapat diakses oleh siswa baik secara offline maupun online. (Model Pembelajaran Blended Learning, Pustekkom, 2019).

Jika guru dan siswa memiliki kebebasan untuk belajar secara mandiri, maka guru harus memiliki metode dan model pembelajaran yang mendukung untuk program merdeka belajar tersebut.

LMS (Learning Managemen System).

Dalam pelaksanaan blended learning terutama fasilitas untuk pembelajaran onlinenya guru dapat memanfaatkan berbagai layanan Sistem pembelajaran yang menggunakan Learning Management System (LMS). Menurut Ellis (2009: 1) LMS adalah aplikasi perangkat lunak untuk administrasi, dokumentasi, pelacakan, pelaporan dan penyampaian kursus pendidikan atau program pelatihan. LMS dapat dikatakan sebuah managemen pembelajaran yang disiapkan untuk siswa dan guru dalam melakukan pembelajaran melalui perangkat lunak. Adapun perangkat lunak LMS yang bisa digunakan antara lain: Moodle, Canvas, Google Classroom, edmodo, Kelas Digital Rumah belajar, Blog dan lain-lain.

Berbagai layanan LMS tersebut dapat dimanfaatkan oleh guru secara gratis maupun berbayar tinggal mempelajari dan memanfaatkannya dalam memfasilitasi pembelajaran online. Pembelajaran online dalam blended learning ini bisa dimaksimalkan oleh guru untuk memungkinkan siswa belajar lebih mandiri, tidak terikat waktu dan tempat bisa kapanpun dan di manapun sesuai kesanggupan siswa, dan ini bisa jadi solusi terbatasnya waktu di kelas yang sering jadi keluhan sebagian guru dalam mencapai tujuan pembelajaran.

LMS (Learning Management System) merupakan Perangkat Lunak (software) yang biasa digunakan dalam membuat Kelas maya. LMS ini ada yang tersedia gratis di internet dan ada juga yang berbayar. 

Dengan menggunakan LMS ini guru dapat mengelola pembelajaran layaknya pembelajaran di kelas. Materi, Tugas, Ujian dan pembahasan soal-soal dapat dilakukan melalui LMS ini. 

Siswa dapat menggunakan komputer, laptop, smartphone untuk mengikuti pembelajaran yang disajikan oleh guru kapan saja dan dimana saja. Contoh LMS ini adalah edmodo, schologi, dan lain lain. Beberapa LMS yang cocok digunakan untuk mengelola pembelajaran pada semua jenjang pendidikan, dari SD sampai Perguruan Tinggi.

1. Moodle, merupakan perangkat lunak (Software) yang bersifat Open Source yang sengaja dirancang untuk e-learning. Moodle ini bisa di install di computer local sehingga bisa disesuaikan dengan kebutuhan sekolah/ lembaga pendidikan.

Moodle sangat cocok untuk e-learning karena bisa digunakan pada jaringan local (intranet) maupun jaringan internet. Untuk mendapatkan source code moodle anda dapat membuka situs resminya di https://moodle.org/.

2. Edmodo, merupakan LMS yang tampilannya mirip dengan Facebook. Dengan edmodo, interaksi pembelajaran dapat dilaksanakan antara guru dengan siswa dan orang tua siswa. Pengguna dapat memilih akun sebagai pengajar (guru), siswa maupun orang tua. Edmodo dapat diakses di alamat https://www.edmodo.com/. 

3.  Schoology. Walaupun penggunanya tidak sebanyak edmodo tapi choology tidak kalah menarik dengan edmodo, fiturnya juga tidak jauh berbeda.

Schoology cocok digunakan untuk segala jenjang pendidikan dan yang paling penting adalah kemudahan dalam penggunaannya. Karena berbasis web, maka schoology dapat diakses menggunakan komputer, laptop maupun smartphone kapan saja dan dimana saja asalkan terhubung dengan internet. Untuk mengakses schoology anda dapat mengunjungi https://schoology.com.

4.   Google Classroom. Aplikasi ini merupakan layanan yang diberikan oleh google secara gratis untuk lembaga pendidikan non-profit, dan siapa saja yang memiliki akun google. Google Calssroom memudahkan siswa dan guru tetap terhubung, baik di dalam maupun di luar kelas. Google Classroom merupakan pembelajaran campuran yang dikembangkan oleh google untuk pendidian. Layanan Google Classroom bertujuan untuk menyederhanakan pembuatan, pendistribusian, dan penetapan tugas dengan tanpa kertas.



Inti merdeka belajar adalah memberikan kendali belajar yang lebih besar kepada siswa. Sehingga siswa terbiasa menetapkan tujuan, mengambil keputusan dan bertindak. mengacu pada teori self-deteminant theory (Ryan & Deci, 2000) atau autonomus learning (Knowles, 1976). Dewasa ini lebih dikenal dengan self-regulated learning dalam konteks andragogy dan self-determined learning dalam konteks heutagogy (Hase & Kanyon, 2007). Merdeka belajar, bukan berarti belajar tanpa guru. Tapi, harus tetap ada guru yang menciptakan proses pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Contoh tiga kasus ilustratif merdeka belajar sebagai berikut:

o        Kasus ilustratif 1: 

Tujuan: Siswa kelas 4 SD, dapat membedakan zat cair, padat, dan gas

Aktivitas Pembelajaran:

1. Diluar ruang kelas, siswa dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok 1 berpegangan erat, Kelompok 2 cukup merapat, Kelompok 3 renggang. Salah seorang siswa  diminta menerjang kelompok-kelompok tersebut. Semua kelompok, duduk berkumpul dan mendiskusikan apa yang terjadi.

2.  Setiap kelompok  diminta mengambil apa saja yang bisa di bawa dari sekitar luar sekolah. Kemudian diminta mengklasifikasikan mana yang kategori padat, cair dan gas. 

3. Setiap kelompok diminta untuk secara kreatif mempresentasikan hasil klasifikasi dan menjelaskan hasil klasifiksinya. Guru memoderasi proses diskusi dengan memberikan beberapa clue, afirmasi dan klarifikasi yang relevan. 

4. Siswa kembali ke kelas, dilanjutkan dengan diskusi, demonstrasi dan praktek menantang dari guru.

Kasus ilustratif 2: 

Tujuan: Siswa kelas 4 SD, dapat membedakan zat cair, padat, dan gas

Aktivitas Pembelajaran:

1. Diluar ruang kelas, siswa dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok 1 berpegangan erat, Kelompok 2 cukup merapat, Kelompok 3 renggang. Salah seorang siswa  diminta menerjang kelompok-kelompok tersebut. Semua kelompok, duduk berkumpul dan mendiskusikan apa yang terjadi.

2. Guru memberikan waktu sebanyak 5 menit, memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk memtoret apa saja yang ada di sekitar lingkungan sekolah dengan handphone masing-masing. Setelah itu kembali ke dalam kelas dan berkelompok.

3. Guru memberikan tugas menantang kepada setiap kelompok dengan cara meminta mereka mengklasifikasikan hasil pemotretan tersbut kedalam kelompk padat, cair dan gas. Guru memberikan kewenangan kepada kelompok untuk secara kreatif menyajikannya dengan cara kelompok masing-masing. Jika senang dengan slide presentasi, silakan. Jika ingin menyajikan dengan lagu (parodi), silakan. Kelompok diberi kebebasan untuk menjelaskan hasil kerjanya dengan cara masing-maing.

4. Setiap kelompok diberi kesempatan yang sama untuk menyajikan hasil kerja kelompoknya. Setiap siswa dari kelompok lain diperkenankan untuk mengkritisi dengan bertanya atau klarifikasi atau memberikan ide konstruktif. Guru memoderasi proses pembelajaran dengan penuh antusias dan bijak.

5. Sebagai pentutup. Guru memberikan tindak lanjut dengan cara menugaskan siswa sharing hasil belajar hari ini dengan cara menuangkannya kedalam instagram atau facebook (sosial media) masing-masing siswa. Siswa diminta menuliskan apa yang terjadi, dan menggambarkan hasil belajar hari ini. Guru juga menganjurkan agar sharing via sosial media tersebut mendapat komentar atau masukan minimal dari ornag tua dan lima orang teman lainnya di luar sekolah tersebut. 

o        Kasus ilustratif 3: 

Tujuan: Siswa kelas 4 SD, dapat membedakan zat cair, padat, dan gas.

Aktivitas Pembelajaran:

1. Guru masuk dalam kelas dengan membawa laptop dan lcd projector

2. Guru menjelaskan tentang zat cair, padat dan gas menggunakan slide presentasi yang diproyeksikan melalui LCD projector. Lengkap dengan animasi, bahkan video dari internet yang cukup menarik.

3. Guru melakukan tanya dan jawab dengan siswa. 

4. Sebagai penutup, setelah kesimpulan, guru memberikan pekerjaan rumah. 

Kasus ketiga adalah pembelajaran kuno dengan teknologi modern dan tidak memberikan kemerdekaan belajar. Dalam kasus ilustratif 3, terlihat jelas bahwa kendali belajar sepenuhnya ada di tangan guru (teacher-centered learning). Guru menjadi pemain utama, sementara siswa menjadi penonton utama dalam sinteron pembelajaran di kelas. Penulsi pernah melakukan survey di tahun 2009 bersama worldbank terhadap beberapa rintisan sekolah bertaraf internasional. Apa yang terjadi di kelas? sebagian besar seperti kasus ilustratif 3. Ditinjau dari sisi penerapan TIK dalam pembelajaran, kasus ilustratif 3 menunjukan proses MENGAJAR dengan TIK, bukan MEMBELAJARKAN dengan dan melalui TIK.  Mengajar dengan TIK tidak memberikan kemerdekaan belajar. Jika guru mengajar dengan TIK, maka perannya dapat digantikan oleh mesin/robot, atau digantikan oleh video guru yang sedang mengajar. 

Kasus ilustratif 1 adalah contoh pembelajaran modern dengan teknologi sediakala. Kasus ilustratif 2 adalah contoh pembelajaran modern dengan teknologi modern. Keduanya, memberikan kemerdekaan belajar kepada siswa. Dalam kasus ilustratif 2 dan 3 terlihat jelas bahwa guru memberikan kendali belajar sepenuhnya kepada siswa baik secara individu atau kelompok. Guru memberikan otonomi kepada siswa untuk memilih dan menentukan sendiri obyek foto, bagaimana mengklasifikasikan foto, serta kebebasan dalam cara menyajikan proses dan hasil belajarnya. Sehingga, siswa menjadi pemain utama dan guru menjadi sutradara dalam sinetron pembelajaran di kelas. Jika guru seperti dalam kasus ilustratif 1 dan 2, sebagai orkestartor pembelajaran di kelas, maka perannya tidak akan pernah tergantikan oleh mesin. Sampai kapanpun. Bahkan, kasus ilustratif 2 menggambarkan proses membelajarkan dengan dan melalui TIK. Handphone, komputer dan media sosial dijadikan sebagai tool pembelajaran.

Sumber:

https://pintek.id/blog/merdeka-belajar/

https://lpmpdki.kemdikbud.go.id/merdeka-belajar-melalui-model-pembelajaran-blended-learning/

Guru PPKn, Founder Komunitas Guru Pelita Dunia, Aktivis Pendidikan, Pegiat Literasi, Motivator, Kurator, Editor, Blogger & Photographer.

Posting Komentar

© Komunitas Guru Pelita Dunia. All rights reserved. Developed by Jago Desain